Get Paid To Promote, Get Paid To Popup, Get Paid Display Banner

Asal Usul Manusia Menurut Agama Islam

Apakah sesungguhnya pandangan Islam tentang manusia? Dalam Islam manusia bukan sekedar binatang menyusui yang hanya makan,minum dan berhubungan seks, bukan juga hanya “a thinking animal”, tetapi dari itu, ia memiliki potensial pada dan dalam dirinya yang menjadikannya dalam bahasa al-Qur’an unik, berbeda dari yang lain. Pandangan Islam mengenai kehidupan manusia di bumi ini amatlah menyeluruh (comprehensive) dalam artian bahwa kehidupan di dunia ini merupakan sebagian dari kehidupan di akhirat.

Tindakan di dunia akan mempengaruhi kehidupannya di akhirat. Dalam Islam manusia merupakan khalifah Allah di muka bumi yang dibekali dengan berbagai hak, dan dibebani dengan berbagai kewajiban. Juga dalam Islam, manusia merupakan makhluk yang terdiri dari ruh atau jiwa dan raga. Manusia menurut Islam, merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang diberi ruh Ilahi dan dibuat dari mani. Kata ruh adalah soul dalam bahasa Inggris yang juga sama dengan jiwa.

Asal-usul manusia seolah merupakan sebuah topik pembicaraan yang tidak pernah habis dibicarakan. Hal ini merupakan hal yang paling hakiki, jauh sebelum perihal mengenai apapun dimuka bumi ini dibahas. Jauh sebelum perihal tentang ilmu alam, angkasa, dan jagat raya dibahas dan menjadi topik bagi semua umat manusia.

Siapakah manusia itu? Bagaimanakah cerita asal usul manusia? Dahulu, ketika para filsuf Yunani sibuk mencari dari mana asalnya sesuatu, termasuk bumi ini, datanglah seorang yang bernama Socrates. Kata Socrates, “Pahamilah diri kalian sendiri sebelum kalian memahami yang lainnya.” Socrates sebenarnya ingin mengajak mereka untuk berpikir dan mengenali diri sendiri, yaitu sebagai manusia. Ketika Al-Quran datang kepada umat manusia, penjelasan mengenai manusia itu kemudian terjabarkan secara lebih terperinci.

Asal Usul Manusia dalam Al-Quran
Oleh: AnneAhira.com Content Team


Perihal mengenai asal-usul manusia memang seringkali dibicarakan oleh beberapa ahli. Mereka meneliti asal-usul manusia dari beberapa sudut pandang. Entah secara ilmiah keilmuan atau ilmu yang sifatnya gaib atau spiritual. Asal-usul manusia memang sebuah cerita yang misterius dilihat dari segi apapun.

Dunia ini memang penuh dengan misteri, salah satunya cerita tentang asal-usul manusia. Sebuah teori mengatakan bahwa asal-usul manusia sejatinya berasal dari hewan sejenis kera. Pendapat tersebut sempat diyakini beberapa waktu.

Penemuan hasil-hasil sisa fosil manusia purba yang cenderung lebih mirip kera semakin mempertegas teori tersebut. Pendapat tersebut diyakini cukup lama. Tetapi kemudian justru menimbulkan berbagai spekulasi di antara para peneliti. Keberadaan teori tersebut hingga kini masih terus menjadi topik pembicaraan yang menyenangkan bagi para peneliti.

Teori asal-usul manusia yang paling terkenal tersebut dikemukakan oleh Darwin. Kemudian disusul dengan penemuan-penemuan oleh para peneliti lain. Dalam bidang keilmuan, teori yang mengemukakan asal-usul manusia dikenal juga dengan sebutan teori evolusi.

Dalam cerita asal-usul manusia, Indonesia juga ternyata memiliki andil yang cukup besar. Beberapa fosil manusia purba yang diteliti ditemukan di wilayah Indonesia. Anda mungkin ingat dengan nama Homo Wajakensis. Yaitu, sesosok fosil manusia purba yang ditemukan di daerah Wajak.

Sebenarnya, jauh sebelum teori-teori evolusi itu bermunculan, jauh sebelum para peneliti itu mulai "berpikir", misteri tentang asal-usul manusia sudah berhembus. Dalam agama Islam, bercerita tentang asal-usul manusia berarti berbicara tentang kisah Nabi Adam dan Siti Hawa.

Asal-usul manusia seolah merupakan sebuah topik pembicaraan yang tidak pernah habis dibicarakan. Hal ini merupakan hal yang paling hakiki, jauh sebelum perihal mengenai apapun dimuka bumi ini dibahas. Jauh sebelum perihal tentang ilmu alam, angkasa, dan jagat raya dibahas dan menjadi topik bagi semua umat manusia.

Siapakah manusia itu? Bagaimanakah cerita asal usul manusia? Dahulu, ketika para filsuf Yunani sibuk mencari dari mana asalnya sesuatu, termasuk bumi ini, datanglah seorang yang bernama Socrates. Kata Socrates, “Pahamilah diri kalian sendiri sebelum kalian memahami yang lainnya.” Socrates sebenarnya ingin mengajak mereka untuk berpikir dan mengenali diri sendiri, yaitu sebagai manusia. Ketika Al-Quran datang kepada umat manusia, penjelasan mengenai manusia itu kemudian terjabarkan secara lebih terperinci.
Asal-Usul Manusia – Menurut Ajaran Islam

Pandangan atau pendapat tentang asal-usul manusia memang bermacam-macam. Salah satunya adalah cerita asal-usul manusia dari kacamata ilmu Agama Islam. Rasanya semua agama memiliki pandangan yang sama terhadap penciptaan manusia. Bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan.

Dalam Al-Quran Surat As- Sajdah ayat 7 disebutkan sekilas mengenai asal usul manusia, “Yang membuat sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah”. Di dalam ayat lain disebutkan pula, “Dan, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang dibentuk.” (QS. Al-Hijr: 26). Jadi, dalam Al-Quran dikemukanan dengan tegas bahwa Adam adalah manusia pertama yang diciptakan oleh Allah Swt.

Saat Allah Swt. merencanakan penciptaan manusia, ketika Allah mulai membuat “cerita” tentang asal-usul manusia, Malaikat Jibril seolah khawatir karena takut manusia akan berbuat kerusakan di muka bumi. Di dalam Al-Quran, kejadian itu diabadikan, ".. Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, 'Sesungguhnya, Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud" (QS. Al Hijr: 28-29).

Firman inilah yang membuat malaikat bersujud kepada manusia, sementara iblis tetap dalam kesombongannya dengan tidak melaksanakan firman Allah.
Penciptaan dan Asal-Usul Manusia

Bagaimana Allah menciptakan manusia dari tanah itu? Benarkah bahwa dalam Al-Qur’an asal-usul manusia adalah tanah? Ayat yang lain menyebutkan berdasarkan proses yang berlangsung dari tanah menuju manusia, "Dan, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian, Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kamudian, Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka, MahaSucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik." (Q.S. Al Mu’minuun: 12-14).

Jika mau meneliti dan memahami lebih jauh, firman Allah tersebut memiliki sebuah makna tersendiri yang nantinya berkaitan dengan cerita asal-usul manusia. Disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa manusia itu tercipta dari saripati. Saripati yang menjadi “bahan” untuk membentuk manusia pada dasarnya adalah suatu proses manusia dalam mengolah kekayaan alam.

Apa yang kita makan semua berasal dari alam ini dan tertancap di dalam tanah. Nasi yang kita makan (beras), sayuran, buah-buahan, adalah bahan yang kegiatan proses pertumbuhannya besal dari tanah. Bahan-bahan makanan itulah yang setiap hari kita konsumsi menjadi energi atau tenaga untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Di sana ada saripati yang berasal dari tanah yang sangat berguna bagi tubuh manusia. Tidak heran jika dokter menyarankan kita untuk banyak mengkonsumsi buah-buahan atau sayuran karena di dalamnya mengandung saripati yang sangat berguna untuk tubuh manusia. Terlihat jelas bahwa asal-usul manusia yang dari tanah itu sebenarnya adalah benar.

Jika dikaitkan dengan ilmiah, proses asal-usul manusia berlanjut ke dalam proses reproduksi. Rahim adalah tempat “benih” manusia disimpan. Hingga, pada akhirnya menjadi segumpal darah dan Allah menyempurnakan bentuknya. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuka tabir (apa yang terjadi di dalam rahim) ini sehingga kita mampu memahaminya. Al-Quran sendiri jauh sebelum ilmu dan teknologi itu muncul sudah menjabarkannya secara mendetail. "Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib" (Q.S. Al-Baqarah: 2-3)
Asal-Usul Manusia dalam Ajaran Islam dan Pesan Moral

Dalam ayat-ayat Al-Quran di atas juga dalam proses asal-usul manusia, ada beberapa hikmah berupa pesan moral yang dapat kita ambil, di antaranya:

Allah adalah satu-satunya Dzat Yang Hakiki yang menciptakan manusia. Dia yang menciptakan manusia maka Dia berkuasa atas segala manusia yang ada di dunia ini. Dia pun mengetahui apa yang dilakukan oleh manusia.
Manusia telah diangkat derajatnya oleh Allah Swt. sampai seluruh malaikat pun diperintahkan untuk bersujud. Namun, sayangnya setelah manusia itu berjalan di muka bumi mereka malah merendahkan derajatnya sendiri di hadapan Allah dengan cara tidak mau tunduk dan turut kepada-Nya. Jadi, manusia yang akan diangkat derajatnya adalah manusia yang bertakwa kepada-Nya.
Alam yang kita tempati ini mengandung banyak energi yang kita butuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup. Saripati yang kita ambil dari alam telah “membuat” kita hadir di dunia ini. Kita sehat karena saat kita dalam kandungan, ibu kita mengkonsumsi saripati yang dihadirkan oleh alam. Karena itulah kita harus selalu menjaga alam ini dan tidak berbuat kerusakan.
Allah adalah Tuhan yang jauh dari keraguan. Mahasuci artinya Dia suci dari segala prasangka dan keraguan manusianya. Dia suci dari segala sekutu yang dibuat oleh manusia.


Dapat dikemukakan bahwa filsafat Islam pada umumnya, memandang manusia terdiri dari dua substansi yang bersifat materi (badan) dan substansi yang bersifat immateri (jiwa) dan hakikat dari manusia adalah substansi immaterialnya seperti ditulis oleh Imam al-Ghazali mengemukakan bahwa essensi manusia adalah jiwanya:

“Adanya jiwa dalam dirinya membuat manusia itu menjadi ciptaan Tuhan yang unggul. Dengan jiwa itu pula manusia dapat mengenal Tuhannya dan sifat-sifatNya bukan dengan organ tubuh lainnya. Dengan jiwa itu jualah, manusia dapat mendekatkan diri dengan tuhan dan berusaha mewujudkan. Jadi, jiwa adalah raja dalam diri manusia dan anggota tubuh lainnya adalah unsur-unsur yang melaksanakan perintah tuhan. Jiwa itu diterima oleh tuhan apabila dia tetap bebas dari hal-hal selain dari tuhan. Apabila ia terikat pada hal-hal yang bukan dengan tuhan, dia telah menjauh darinya. Jiwa manusialah yang akan dipertanyakan dan disiksa.


Hal ini dikemukakan oleh Imam al-Ghazali dan juga dikutip oleh Dr. Muhammad Nasir Nasution dalam bukunya, ”Manusia menurut al-Ghazali”. Ulasan al-Ghazali juga mengungkapkan bahwa akal bukanlah daya yang terpenting dalam kehidupan keberagamaan manusia karena usaha penyempurnaan dan iman diri bukanlah proses intelektual melainkan penajaman dari daya intuisi dan emosi. Yang penting adalah menjaga keseimbangan antara daya-daya tersebut. Mungkin yang dimaksud disini ialah apabila seseorang mempertajam atau meningkatkan daya fisiknya, sebaiknya juga ia menambah daya nalar dan imannya sehingga dia menjadi manusia yang utuh”.


Esensi manusia atau jiwanya, masih dalam ulasan al-Ghazali merupakan unsur immaterial yang berdiri sendiri dan juga adalah subjek yang mengetahui disebut juga subjek yang sadar. Al-Ghazali memberi contoh bagai seorang manusia yang menghentikan kegiatannya, masih tetap sadar walaupun dia berada dalam keadaan tenang dan tidak berbuat apapun. Maka aktifitas fisiknya menghilang tetapi ada sesuatu dalam dirinya yang tidak hilang, yaitu kesadaran akan dirinya. Dia sadar bahwa ia ada; bahkan ia sadar bahwa ia sadar. Inilah yang dapat dipahami dari istilah,” Subjek yang mengetahui ”. Manusia sadar dan mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk dan ia mampu mengoreksi semua unsur-unsur tersebut, apabila ia berbuat salah, unsur jiwa dalam dirinya akan menyadarkannya karena ia adalah subjek yang mengetahui.


Substansi immaterial atau jiwa itu juga disebut al-nafs dalam islam. Imam Ghazali menguraikan al-nafs atau nafsu sebagai berikut: “Makna pertama ialah “hasrat:” atau diri yang rendah. Hasrat merupakan kata yang menyeluruh yang terdiri dari ketama’an, amarah dan unsur-unsur keji lainnya. Nabi Muhammad SAW bersabda,” Musuh anda yang terbesar adalah nafsu anda yang terletak dikedua belah sisi anda”. Makna kedua dari Nafs adalah jiwa seperti dijelakan terdahulu. Apabila nafsu menjadi tenang dan telah bebas dari amarah dan birahi dia disebut nafsu Mutmainah atau jiwa yang tenang dan aman, seperti difirmankan oleh Allah SWT,” O..jiwa yang tenang, kembalilah ketuhanmu dengan tenang dan menenangkannya (89-27)”. Dalam ma’na yang pertama nafsu bersekutu dengan setan. Apabila nafsu sudah tidak tenang dia tidak akan sempurna; ia disebut nafsu Lawamah atau jiwa yang ternoda dan jiwa yang demikian mengabaikan tugas-tugas ilahinya. Apabila jiwa menyerahkan diri kepada setan, ia disebut nafsu Ammarah atau nafsu yang dikuasai setan”.


Al-nafs mempunyai daya-daya dan daya berfikir terkandung didalamnya. Kesempurnaan manusia diperoleh dengan jalan mempertajam daya berfikir ini.


Bila kita bandingkan pandangan al-Ghazali dan Koentjaraningrat mengenai manusia, maka terlihat kesamaan yang dalam. Tentu Koentjaraningrat tidak mengatakan rujukannya adalah al-Ghazali atau al-Qur’an dan Hadits. Istilah yang digunakan oleh Koentjara ningrat adalah kepribadia individu.

Kepribadian, menurut Koentjaratningrat, dalam bukunya: Pengantar Antropologi 1, adalah susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan tingkah laku atau tindakan seorang individu yang berada pada setiap individu (Koentjaraningrat 1996, hlm. 99 ). Dalam buku yagn sama Koentjaraningrat juga menguraikan bahwa ada beberapa unsur dalam kepribadian.

Kalau al-Ghazali mengemukakan bahwa manusia memili beragam daya, yakni daya fikir, daya fisik, daya rasa dan daya moral. Maka Koentjaraningrat, Abraham Marslow, Kelvin S. Hall dan Gardner Lindsay menyebut daya-daya tersebut sebagai unsur-unsur akal dan jiwa yang melangkapi kepribadian manusia, seperti unsur pengetahuan, unsur perasaan, unsur motivasi. Hanya istilah yang berbeda; al-Ghazali menggunakan perkataan “daya” atau “al-nafs” sedangkan berbagai pakar dari timur dan barat tersebut terdahulu menyebutnya sebagai unsur-unsur dalam diri manusia.


Sponsored
Education fund for student loans need to be developed with the concept of giving back (giving back) and mutual aid. This is to make students who have received loan repayment charge required to provide college opportunities for other peoples children.Concepts like these are applied Sampoerna Foundation, which develops soft loans through the Student Cooperative Nation. With these loans, graduate school / vocational school who desire to study but constrained economy, can get a loan to pay for college to complete.Students pay for six months after graduating from college and earn their own income. Students can contribute by providing 20 percent of their salary and channeled to the National Student Cooperative. Fund contribution will be used to finance the next generation of students into higher education.

http://www.anneahira.com
http://inez-bebeknarsizzz.blogspot.com